Organisasi yang Mengemban Tanggung Jawab atas Tata Kelola Internet

Table of Contents

Tata Kelola Internet


Jaringan Sibuk - Organisasi yang Mengemban Tanggung Jawab atas Tata Kelola Internet adalah judul dari tulisan ini.

Organisasi yang Mengemban Tanggung Jawab atas Tata Kelola Internet akan Admin bagikan informasi untuk Anda pada kesempatan kali ini.

Para pelopor internet menyatakan bahwa internet adalah tempat yang menentang peraturan, karena jaringannya bersifat global. 

Mereka juga mengatakan bahwa tak peduli hukum apapun yang diterapkan suatu negara, para pengguna internet akan selalu menemukan celah untuk mengatasinya. 

Sejak saat itu, banyak negara yang memberlakukan berbagai hukum yang ditujukan untuk mengatur operator jaringan di lapisan fisik; programmer, website dan penyedia layanan di lapisan aplikasi; serta para pengguna di lapisan konten. 

Namun setidaknya hal ini dilakukan di mana para pengguna masih memiliki insentif yang cukup dan pengetahuan teknis untuk berbagi informasi yang dilarang oleh negara (apakah remaja yang berbagi kopian film Hollywood terbaru yang melanggar hak cipta, pedofil yang berbagi gambar ilegal pelecehan seksual terhadap anak, maupun warga negara di suatu negara yang dikendalikan rezim represif yang berbagi informasi tentang pemerintah mereka), visi para pelopor internet secara umum masih tetap bertahan. 

Hingga saat ini, masih belum ada satu pun pihak yang mengendalikan total internet secara keseluruhan.

Seiring meningkatnya pengaruh internet pada berbagai aspek kehidupan di seluruh dunia, timbul tekanan untuk mencari cara untuk menghadapi tantangan-tantangan global yang harus dihadapi peraturan suatu negara. 

Organisasi dengan mandat sebanyak UNESCO dan G9 mulai berpikir tentang internet dan cara membentuknya.

Dalam dekade yang lalu terdapat semakin banyak tuntutan khususnya dari negara-negara berkembang untuk dibentuknya suatu mekanisme tata kelola internet global yang mampu menciptakan norma kebijakan publik. 

Para penentang ide tersebut berargumen bahwa jika hal itu dilakukan, maka kebebasan berekspresi dan standar terkait privasi akan diturunkan demi memuaskan negara-negara otoriter. 

Para pendukungnya di sisi lain berharap pengaturan itu dapat membuat internet dapat dinikmati dengan lebih merata di seluruh dunia. 

Tuntutan dunia internasional untuk perubahan semakin menguat setelah terbongkarnya kabar bahwa Amerika Serikat yang merupakan basis banyak pemain besar di lapisan aplikasi, yang cukup mendominasi terhadap ICANN, ternyata telah menggunakan internet sebagai jaringan intelijen pribadi mereka.

Hal di atas merupakan salah satu yang dibahas dalam dua pertemuan tingkat dunia yang disponsori PBB pada tahun 2003 dan 2005. 

Dua Pertemuan Puncak tentang Masyarakat informasi (World Summit on the Information Society, yaitu WSIS 2003 dan WSIS 2005, yang dikenal juga sebagai proses WSIS) menghasilkan dibentuknya Forum Tata Kelola Internet (Internet Governance Forum/ IGF), yaitu suatu kelompok yang bertemu rutin setiap tahunnya sejak 2006. Forum ini mengundang para pemangku kepentingan internet, yaitu pengguna, operator jaringan, pejabat pemerintah, perusahaan teknologi, dan lain-lain, untuk duduk bersama. 

Karena mandat IGF akan berakhir pada 2015, banyak negara mengadaptasi pengelompokan diplomatis (diplomatic grouping) dan membentuk kelompok-kelompok baru untuk mencoba mempengaruhi arah debat di masa depan, serta mencoba untuk menyajikan proposal perjanjian tata kelola internet pada tingkat multilateral dan juga di International Telecommunications Union (ITU) pada 2012. 

Terbongkarnya tentang banyaknya pengawasan elektronik yang dilakukan oleh lembaga intelijen Amerika Serikat dan sekutunya semakin menunjukkan urgensi debat tata kelola internet.

Debat tata kelola internet kini berada di titik kritis, dan sejumlah pertemuan terkait yang akan diselenggarakan selama beberapa tahun ke depan juga dapat menghasilkan dampak yang menentukan selama beberapa puluh tahun ke depan.

Karena itulah, jika para pembela hak asasi manusia bersedia untuk berpartisipasi sekarang, mereka berkesempatan untuk turut mengamankan masa depan positif umat manusia dalam dunia digital.

Jika para pembela hak asasi manusia bersedia untuk berpartisipasi sekarang, mereka berkesempatan untuk turut mengamankan masa depan positif umat manusia dalam dunia digital.

Masa depan tersebut akan lebih cerah jika tata kelola internet patuh pada dua prinsip. 

Prinsip pertama adalah bersifat multi pemangku kepentingan (multi-stakeholderisme). 

Istilah ini memang aneh, namun alasannya adalah karena dalam tata kelola internet, bukan hanya pemerintah dan perusahaan saja yang memiliki kepentingan. 

Masyarakat sipil juga harus memainkan peranan yang sama aktifnya dan membantu membuat agenda dengan berpartisipasi dalam berbagai pertemuan dan diskusi. Konsep ini telah muncul sejak awal sejarah internet, yaitu ketika IETF membuka pintunya bagi siapapun yang ingin berpartisipasi dalam proses penetapan standar.

Berikut adalah beberapa organisasi yang mengemban tanggung jawab besar atas tata kelola teknis internet.

The Internet Engineering Taskforce (IETF)

The Internet Engineering Taskforce (IETF) adalah suatu perkumpulan para ahli teknis tanpa suatu struktur keanggotaan formal dan terbuka bagi siapapun yang ingin berpartisipasi. 

IETF mengembangkan, mendefinisikan dan menstandarisasi protokol-protokol komunikasi yang menggerakkan internet di lapisan kode.

IETF beroperasi melalui kelompok-kelompok kerja spesialis yang menggunakan sistem proposal tertulis yang disebut sebagai “Permintaan untuk Komentar” (Request for Comment), dan mengambil keputusan melalui konsensus.

IETF melakukan sebagian besar kerjanya melalui email list, dan juga dengan melakukan pertemuan tiga kali dalam setahun. 

Meskipun IETF adalah badan yang menetapkan standar teknis, IETF mengambil keputusan yang berdampak pada hak asasi manusia para pengguna internet.

Misalnya, pada pertemuan pertamanya setelah terbongkarnya tindakan mata-mata elektronik yang dilakukan Badan Keamanan Amerika (National Security Agency/ NSA), IETF membahas tentang bagaimana membuat enkripsi menjadi bagian dari standar web-browsing yang baru. 

Tindakan ini dapat memberikan perlindungan privasi ekstra bagi para pengguna web.

Relawan yang bekerja dengan IETF tidak dibayar, walaupun pada praktiknya, banyak relawan sebenarnya didanai oleh organisasi mereka untuk berpartisipasi, seperti operator jaringan, bisnis website besar, perusahaan keamanan serta universitas. 

Rumah resmi IETF adalah Internet Society (ISOC) yang didirikan untuk tujuan tersebut pada 1992.

The Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN)

The Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) mengelola penyematan IP address yang memungkinkan komputer-komputer untuk menjadi bagian dari internet. 

ICANN juga mengawasi manajemen top level domain dan root name server yang mengoperasikan Domain Name System, yang memetakan nama dalam bahasa manusia menjadi alamat IP numerik.

ICANN adalah suatu entitas swasta nirlaba yang dibentuk di negara bagian California.

ICANN secara formal terbentuk pada 1998 ketika organisasi ini mengambil alih tugas Internet Assigned Numbers Authority (IANA), yang bekerja atas dasar kontrak dengan pemerintah AS. 

Kontrol pemerintah AS terhadap ICANN memicu sengketa yang menjadi awal dari proses WSIS di awal 2000-an. 

Sejak saat itu ICANN mencoba untuk melakukan reformasi diri, dan membuka peluang lebih besar bagi masyarakat akar rumput untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusannya.

Sengketa di ICANN sebenarnya lebih bersifat simbolik alih-alih substansial, dan hal ini sebenarnya lebih terkait dengan kekhawatiran dari pemerintah banyak negara tentang sejauh mana mereka bisa menggunakan kebijakan publik untuk mengendalikan internet, serta dominasi perusahaan AS di lapis aplikasi.

PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa)

PBB memainkan peranan penting dalam membentuk debat tentang tata kelola internet global. 

Misalnya, Komite Majelis Umum PBB telah berulang kali membicarakan isu internet, termasuk peperangan dunia maya (cyber-warfare) dan akses internet sebagai dimensi yang diperlukan untuk menjaga hak kebebasan berekspresi.

Proses WSIS juga disponsori oleh PBB, yang kemudian melahirkan Internet Governance Forum (IGM). 

Terdapat pula sejumlah badan PBB yang memainkan peranan aktif dalam menentukan masa depan proses ini begitu mandat IGF berakhir pada 2015. 

Selain itu, beberapa lembaga PBB lainnya juga memainkan peranan penting dalam berbagai aspek lain terkait isu ini.

Proses WSIS dan WSIS+10

Pertemuan Puncak tentang Masyarakat Informasi (The World Summit on the Information Society/ WSIS) berlangsung pada 2003 di Jenewa, kemudian di Tunis pada 2005. 

Forum ini merupakan forum multistakeholder yang membahas berbagai isu termasuk tata kelola internet.

Internet Governance Forum (IGF) dibuat sebagai hasil langsung dari WSIS.

Setelahnya telah berlangsung pula pertemuan-pertemuan lanjutan untuk menilai kemajuan isu yang didiskusikan di WSIS,yang berlangsung di Jenewa setiap tahun sejak saat itu. 

Mesir akan menjadi tuan rumah pertemuan “High Level Event” pada 2014, yaitu WSIS+10, di mana tata kelola internet kemungkinan akan menjadi isu sentral karena berakhirnya mandat IGF.

Internet Governance Forum (IGF)

Internet Governance Forum (IGF) dibentuk oleh PBB pada 2006 setelah World Summits on the Information Society 2003 dan 2005 menunjukkan adanya kebutuhan untuk mengadakan forum multistakeholder untuk membahas isu-isu tata kelola internet.

IGF menjadi tuan rumah pertemuan tahunan yang dihadiri pemerintah, industri dan masyarakat sipil yang membahas berbagai hal tentang kesenjangan digital (digital divide) dan cyber security hingga pelanggaran hak cipta yang dimungkinkan internet dan perlindungan anak di ranah online. 

Forum ini telah menumbuhkan berbagai “koalisi dinamis”, yaitu kelompok-kelompok informal yang bekerjasama sepanjang tahun, untuk membahas isu seperti gender, kebebasan berekspresi dan anak muda, karena semua isu tersebut terkait dengan internet. 

IGF regional dan nasional juga telah dibentuk; kedua versi IGF ini membahas berbagai isu lokal dan saling bertukar informasi mengenai hasil pembahasan mereka.

Meskipun banyak yang memandangnya sebelah mata dan menyebutnya hanya panggung pidato tanpa kekuatan riil, IGF adalah contoh terbaik sejauh ini tentang seperti apa forum kebijakan multistakeholder. 

Selain itu kebijakannya yang terbuka bagi masyarakat sipil yang ingin berpartisipasi membuatnya menjadi forum yang berguna bagi para aktivis hak asasi manusia.

UNHRC (United Nations Human Rights Council)

Dewan Hak Asasi Manusia PBB (United Nations Human Rights Council/ UNHRC) menetapkan pada 2012 bahwa “Hak orang di dunia nyata/ ranah offline juga harus dilindungi di ranah online”. 

Keputusan tersebut didorong salah satunya oleh Pelapor Khusus (Special Rapporteur) di bidang hak atas kebebasan berekspresi serta laporannya tentang kebebasan berekspresi online. 

Pelapor Khusus PBB ini juga telah membuat laporan yang menyatakan bahwa pengawasan secara online mengekang kebebasan berekspresi. 

Pelapor Khusus UNHRC untuk hak berkumpul secara damai dan kebebasan berserikat, dan untuk bentuk rasisme kontemporer, mulai pula membahas isu-isu internet. 

Para aktivis tata kelola internet juga mulai menyerahkan laporan mereka yang memantau isu hak-hak online selama proses Pengkajian Periodik Universal, yang mengevaluasi kepatuhan negara-negara anggota PBB terhadap undang-undang hak asasi manusia internasional.

CSTD (Commission on Science and Technology for Development)

Komisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk Pembangunan (Commission on Science and Technology for Development/ CSTD) adalah suatu kelompok penasihat PBB yang ditugaskan membuat rekomendasi tentang tata kelola internet dan kelanjutan proses WSIS begitu mandat IGF berakhir pada 2015.

CSTD dijadwalkan harus menyerahkan laporan terkait isu-isu tersebut pada 2014.

UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation)

Salah satu tugas Organisasi PBB untuk Pendidikan, ilmu Pengetahuan dan Budaya (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation/ UNESCO) adalah mempromosikan akses kepada informasi dan kebebasan berekspresi di internet.

UNESCO akan membantu menentukan masa depan IGF (setelah mandat IGF berakhir pada 2015) melalui WSIS+10 pada 2014, di mana UNESCO menjadi salah satu penyelenggara utamanya (co-host).

ITU (The International Telecommunication Union)

Serikat telekomunikasi Internasional (The International Telecommunication Union/ ITU) adalah lembaga khusus PBB yang mempromosikan kerjasama internasional dalam bidang penggunaan komunikasi radio dan satelit, serta berusaha memperbaiki infrastruktur telekomunikasi di negara-negara berkembang.

ITU beranggotakan 193 negara, serta 700 anggota sektoral, yang membayar biaya keanggotaan tahunan agar bisa berpartisipasi. 

ITU adalah kekuatan utama di balik proses WSIS dan saat ini menjadi salah satu fasilitator proses pengkajian WSIS+10.

Pada 2012, ITU berusaha memperbarui perjanjian telekomunikasi yang telah disepakati pada 1988, yang mendorong kebijakan yang dapat berdampak negatif pada penggunaan internet. 

Kelompok masyarakat sipil mengkritik proses tertutup selama proses negosiasi perjanjian ini dan meminta dilakukannya pendekatan multistakeholder. 

Delegasi dari banyak negara Eropa, Amerika Serikat, Jepang dan India menolak menandatangani perjanjian yang telah direvisi tersebut.

WIPO (World Intellectual Property Organisation)

Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia (World Intellectual Property Organisation/ WIPO) adalah salah satu lembaga spesialis PBB yang ditugasi mendorong pembangunan ekonomi dan transfer teknologi dengan mempromosikan kegiatan kreatif.

WIPO adalah pusat perjanjian- perjanjian terkait HAKI, dan WIPO telah menyetujui dua “Perjanjian Internet” pada pertengahan 1990-an yang bertujuan memperkuat hak cipta untuk abad digital.

WIPO menghadapi tekanan untuk melakukan reformasi pada tahun 2000-an dan mengakui kompleksnya peranan undang-undang HAKI dalam isu pembangunan.

Hasilnya, banyak proses negosiasi perjanjian menjadi lebih terbuka dibandingkan sebelumnya, dan masyarakat sipil juga dapat melakukan pemantauan dan partisipasi. 

WIPO baru-baru ini menyepakati suatu perjanjian landmark yang memberikan pengecualian atas undang-undang HAKI bagi orang dengan keterbatasan penglihatan sehingga mereka dapat saling berbagi bahan bacaan tanpa dibatasi.

WIPO saat ini juga sedang menegosiasikan perjanjian untuk membentuk suatu jenis hak baru bagi broadcaster dan webcaster yang dapat membatasi hak orang untuk berbagi konten secara online.


Demikianlah informasi di atas yang telah Admin bagikan kepada Anda mengenai Organisasi yang Mengemban Tanggung Jawab atas Tata Kelola Internet, semoga dapat bermanfaat.

Terima Kasih.

Salam Literasi Digital.

Post a Comment