Disrupsi Digital di Era Revolusi Industri 4.0

Table of Contents

Disrupsi Digital

Jaringan Sibuk - Revolusi industri 4.0 merupakan perkembangan teknologi yang begitu pesat, dimana dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia baik secara fisik maupun biologis-nya.

Perkembangan teknologi saat ini tidak semerta-merta tanpa melalui tahapan yang panjang dan rumit, mulai dari revolusi industri 1.0 yang ditandai dengan adanya penemuan mesin uap dan mulainya industri manufaktur pada abad ke-18. 

Kemudian lanjut pada revolusi industri 2.0 pada abad ke 19 yang ditandai dengan adanya produksi massal dan ditemukannya mesin listrik untuk pengolahan produk pertanian. 

Setelah melewati tahapan tersebut, muncul kemudian revolusi industri 3.0 pada abad ke-20 yang ditandai dengan adanya komputer dan teknologi informasi

Hingga akhirnya saat ini kita berada pada revolusi industri 4.0 yang merupakan puncak dari lahirnya teknologi digital dan berbagai bentuk otomatisasi teknologi.

Revolusi Industri 4.0 dengan segala bentuk kemudahan yang ditawarkan bagi aktivitas manusia juga tidak luput dari dampak negative bagi manusia itu sendiri. 

Dampak dari revolusi industri 4.0 berupa disrupsi hampir pada seluruh bidang, dimana dampak disrupsi ini harus segera ditanggapi agar tidak tergerus pada kemajuan teknologi. 

Disrupsi sendiri berarti adalah perubahan yang fundamental, sehingga dampak yang diberikan juga sangat luas. 

Bagi Negara dengan jumlah penduduk yang sangat tinggi, revolusi industri 4.0 merupakan sebuah peluang namun juga tantangan yang besar dimana manusia tidak hanya bersaing dengan manusia lainnya namun juga pada mesin-mesin dan robot-robot yang memiliki tingkat efisiensi yang jauh lebih tinggi.

Bonus demografi di Indonesia diprediksi akan terjadi pada 2020-2035 dimana jumlah usia produktif akan mencapai grafik tertinggi yaitu sebesar 64% dari total jumlah penduduk Indonesia (Badan Pusat Statistik). 

Sebagian besar penduduk Indonesia akan didominasi oleh kaum milenial sehingga hal ini menjadi tantangan bagi Indonesia untuk dapat memenuhi kebutuhan lapangan pekerjaan bagi 64% penduduk usia produktif.

Revolusi industri 4.0 dengan efek disrupsinya tidak hanya menjadi peluang bagi para pelaku ekonomi kreatif, tapi memberikan tantangan baru bagi Indonesia berupa banyaknya lapangan pekerjaan 

yang harus digantikan oleh mesin dan robot digital. Revolusi Industri 4.0 juga menuntut generasi milenial untuk selalu bekerja aktif, kreatif dan inovatif yang mana dapat dicapai melalui revolusi mental. 

Oleh karena itu perlunya sebuah solusi dari generasi milenial sebagai pelaku utama di revolusi industri 4.0 untuk menjadi pemegang kunci aktivitas ekonomi Indonesia dalam memanfaatkan bonus demografi dan kemajuan teknologi.

Karakteristik Generasi Milenial

Generasi Milenial atau biasa disebut Generasi Y ini dalam artikel Milennial Trends (2016) menurut Yuswohady dalam Hidayatullah (2018) adalah generasi yang lahir pada awal tahun 1980 hingga akhir tahun 2000. 

Adapun karakteristik ganerasi milenial yang disebutkan oleh Lynos (2004) dalam Putra (2016) antara lain: karakteristik masing-masing individu berbeda tergantung dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola komunikasi sangat terbuka disbanding generasi sebelumnya, penggunaan media social yang sangat intensif dan kehidupannya sangat bergantung pada perkembangan teknologi, lebih terbuka pada pandangan politik dan ekonomi.

Karakteristik lain dalam artikel Hitss.com dalam Hidayatullah (2018) menyebutkan bahwa generasi milenial: 

1) Lebih percaya user generated content (UGC) daripada informasi searah, 

2) Lebih memilih ponsel dibanding Tv

3) Wajib memiliki media social, 

4) Kurang suka membaca secara konvensional, 

5) Cenderung tidak loyal tapi bekerja efektif, 

6) Cenderung melakukan transaksi secara cashless, 

7) Lebih peka terhadap teknologi, 

8) Memanfaatkan tekonologi dan Informasi, 

9) Cenderung lebih malas dan konsumtif, dan lain-lain. 

Beberapa karakteristik tersebut memiliki pengaruh pada cara generasi milenial dalam menentukan karir yang ingin dicapai dan bagaimana cara mendapatkannya.

Dampak Era Disrupsi 4.0

Menurut Chaerul Tanjung (2018) menggunakan sumber data world economic forum, setidaknya ada 5 juta pekerjaan akan hilang dalam rentan waktu 5 tahun pada akhir 2020 yang disebabkan oleh adanya otomasi. 

Jenis pekerjaan yang paling banyak hilang diantaranya perkantoran dan administrasi, manufaktur dan produksi, konstruksi dan tambang, dan lain sebagainya. 

Sementara jenis pekerjaan baru yang akan muncul diantaranya bisnis dan finansial, manajemen, computer dan matematika, arsitektur dan teknik. 

Jumlah pekerjaan yang berkurang tidak diimbangi dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk setiap tahunnya. 

Sementara itu, banyak juga pekerjaan yang justru diambil alih oleh mesin.

Jenis pekerjaan pada era disrupsi 4.0 akan didominasi oleh bidang jasa, sementara di Indonesia sebagai negara labor intensive membutuhkan jenis pekerjaan yang padat karya seperti jenis pekerjaan manufaktur dan produksi. 

Kedua jenis pekerjaan tersebut banyak diambil alih oleh mesin, sehingga peran manusia hanya sebagai pengontrol, oleh sebab itu revolusi mental perlu digalakkan agar bisa menambah pengetahuan dan skill masyarakat Indonesia.

Sociopreneur merupakan suatu kegiatan wirausaha berbasis bisnis namun memiliki misi utama yaitu menciptakan social--impact dengan meningkatkan harkat dan taraf hidup masyarakat kelas menengah ke bawah. 

Sociopreneur mengusung misi social dalam usahanya namun juga tidak melupakan bagaimana agar dana dalam kegiatan social tersebut dapat terkumpul sehingga terciptalah suatu konsep yang mana entrepreneur tidak hanya memperkaya diri sendiri namun juga menjadi jalan bagi orang lain untuk mendapatkan profit. 

Konsep yang dikembangkan oleh Sociopreneur dapat digunakan untuk mengatasi masalah bonus demografi di Indonesia pada tahun 2020 hingga tahun 2035 nanti. 

Sociopreneur akan memberikan “kail dan pancing” agar agen sosialnya bisa mendapatkan “ikan”, konsep ini yang menjadi pembeda antara sociopreneur dan entrepreneur. 

Maksudnya adalah seorang sociopreneur tidak hanya memberikan bantuan dalam bentuk uang atau barang, tapi akan memberikan modal maupun skill agar agen sosialnya dapat menghasilkan uang atau barang yang diinginkan sehingga secara tidak langsung akan menambah jumlah peluang kerja bagi orang lain melalui agen sosialnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Diah Ajeng P, dkk pada 2018, terdapat beberapa tantangan dalam melakukan sociopreneur yang terbagi menjadi dua yaitu ada yang berasal dari eksternal dan ada juga yang berasal dari internal. 

Tantangan ekternal yang dihadapi dapat berupa link pemasaran yang sulit dijangkau, masih kurangnya keikutsertaan anak muda, masih sulit mengubah mindset masyarakat untuk menjadi agen social. 

Sementara dari internal berupa masih sulit mendapatkan dana, dukungan keluarga dan masih adanya kepentingan pribadi, menajemen professional antara perusahaan dan misi social, pemanfaatan new media yang masih rendah.

Peran milenial sangat berpengaruh pada penerapan konsep sociopreneur dalam menghadapi tantangan pada era disrupsi ini, berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh generasi milenial jika dikombinasikan dengan konsep sociopreneur tentukan akan memberi dampak yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. 

Generasi milenial memiliki jiwa yang inovatif dan menguasai teknologi informasi, dimana karakteristik tersebut menjadi modal paling utama agar bisnis diera revolusi industri dapat berhasil. 

Sementara misi dari sociopreneur adalah memberdayakan masyarakat sebanyak-banyaknya melalui permodalan maupun pemberian skill kepada agen sosialnya. 

Sehingga diharapkan generasi milenial dapat menerapkan konsep sociopreneur pada segala bidang usaha yang jalankan.

Adapun pola bisnis pada sociopreneur menurut Diah Ajeng P, dkk pada 2018 yaitu sebagai berikut:

Disrupsi Digital
Pola Bisnis Sociopreneur

Berdasarkan pada pola tersebut dapat dilihat bahwa sociopreneur dapat menjadi agen dalam mendorong perekonomian rakyat dan melakukan pemerataan kesejahteraan. 

Salah satu yang membedakan sociopreneur dengan bisnis konvensional adalah pada penetapan misi sosial dan adanya pemberdayaan serta monitoring yang dapat membangun semangat maupun relasi dari semua lini agen social yang ada dalam jaringan tersebut.

Revolusi Industri 4.0 merupakan puncak dari perkembangan teknologi informasi, dimana dampaknya berupa disrupsi diberbagai bidang terkhusus pada bidang ekonomi yang merupakan sektor paling krusial bagi suatu negara. 

Era Revolusi Industri 4.0 dikenal dengan era serba digital. 

Hampir seluruh kegiatan manusia diambil alih dan dipermudah oleh teknologi, sehingga bagi negara dengan jumlah penduduk yang tinggi hal ini akan menjadi sebuah tantangan. 

Generasi Milenial sebagai generasi yang menjadi angkatan kerja pada era disrupsi 4.0 dituntut untuk dapat memiliki skill dan inovasi yang tinggi agar dapat bersaing. 

Oleh sebab itu salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan prinsip atau konsep sociopreneur pada segala lini usaha yang digeluti agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain. 

Konsep yang dikembangkan oleh sociopreneur jika dikombinasikan dengan karakter yang dimiliki oleh generasi milenial akan menjadi sebuah solusi dalam menghadapi bonus demografi dan masalah kesenjangan ekonomi di Indonesia.

Demikianlah seputar pembahasan mengenai Disrupsi Digital di Era Revolusi Industri 4.0, semoga dapat bermanfaat.

Terima Kasih.

Salam Literasi Digital!

Post a Comment